Senin, 26 Desember 2011

Jalan Hidupku

Untuk mengawali cerita ini, izinkan saya memperkenalkan diri terlebih dulu. Fikri Maulana, begitulah sebuah doa dari kedua orang tua yang dititipkan melalui sebuah nama. Lahir 18 tahun lalu di kampung kecil di Provinsi Lampung, tepatnya pada tanggal 25 Mei 1993. Lahir dari keluarga sederhana yang saya cintai dan mencintai saya dengan segala lebih dan kurangnya. Bapak Sungep dan Ibu Sri Hartini, dua orang yang sangat berjasa bagi kehidupan saya. Bapak adalah seorang abdi negara sebagai pengajar bagi anak-anak di Sekolah Dasar Negeri di kampung kelahirannya. Sedangkan ibu adalah seorang guru honorer di sebuah sekolah swasta yang beliau rintis sejak belasan tahun lalu. Selain bapak dan ibu, di keluarga kecil saya juga ada seorang saudari perempuan yang bernama Khusni Maulida. Saat ini ia masih menempuh pendidikan tingkat SLTP di sebuah pesantren. Hidup keluarga kami selalu cukup, cukup dengan kesederhanaan yang kami miliki.

Pengalaman pendidikan formal saya berawal dari sebuah taman kanak-kanak di Kota Metro. Sekolah yang cukup ternama kala itu, karena tak sedikit dari pejabat Kota Metro yang menitipkan anaknya untuk bersekolah di tempat itu. Hal ini tentunya membuat saya tidak cukup percaya diri untuk bergaul dengan yang lain. Bagaimana tidak, saya hanya seorang anak kampung yang mencoba peruntungan untuk belajar dan bergaul di kota. Kala itu tak sedikit pembulyan yang saya terima, terlebih dari postur saya yang tidak cukup tingi menjadikan saya semakin banyak mendapat bullying kala itu.

Tak banyak yang dapat teringat pada masa itu, wajar itu sudah belasan tahun yang lalu. Kemudian, pendidikan saya berlanjut pada sekolah swasta berbasis agama juga di Kota Metro, SD Al-Qur’an adalah tempat yang sama dimana ibu saya mengajar. Meskipun ibu adalah salah seorang guru di sekolah tersebut, hal ini tak menjadikan saya mendapat perlakuan khusus. Salah satu buktinya saat saya hanya masuk kelas I-C kala itu, berbeda dengan yang diharapkan. Namun tak apa, karena di kelas ini ternyata saya kembali bertemu dengan beberapa teman semasa taman kanak-kanak kemarin.

Hari-hari berlalu, semua terjadi biasa saja sama dengan teman-teman yang lain. Dari terlambat sampai sekolah, lupa mengerjakan tugas, di hukum guru bahkan sampai berkelahi dengan kawan. Selama itu tak ada perlakuan khusus yang saya terima, ketika saya salah saya mendapat hukuman. Bahkan kadang saya mendapatkan hukuman ganda, dihukum di sekolah juga ketika sampai di rumah. Tak terasa telah benyak yang terjadi hingga kini saya telah memasuki tahun terakhir di sekolah dasar.

Di tahun terakhir ini, obrolan kami di sekolah tak jauh-jauh tentang diamana kami akan melanjutkan sekolah. Setiap dari kami ingin masuk ke sekolah sekolah favorit di Kota Metro kala itu, bahakan ada yang berencana mendaftar sekolah favorit di Bandar Lampung. Hal ini akhirnya menjadikan kami semankin bersemangat, berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik di kelas dan juga sekolah. Hingga waktu ujian akhir pun berlalu, cukup lama kami menunggu waktu pengumuman. Kurang lebih dua bulan kami menunggu hingga hari pengumuman kelulusan pun tiba. Dan kami bersyukur karena semua siswa dinyatakan lulus dengan predikat baik, bahkan ada beberapa yang nilainya sangat baik. Dan sejak saat itu, setiap anak sibuk dengan urusannya masing-masing untuk melanjutkan kehidupan. Bahkan sampai ada yang hilang kontak, namun akhirnya kami mulai kembali berkomunikasi. Enam tahun yang dirindukan bersama teman sekolah dasar.

Dan selanjutnya pendidikan saya berlanjut ke sebuah pondok pesantren juga di Kota Metro. Hal yang tak pernah terbayangkan sebelumnya masuk sebuah pesantren. Karena sejak awal saya ingin masuk SMPN 1 Metro, dan itu juga didukung oleh kedua orang tua. Namun teryata setelah lulus sekolah dasar saya didaftarkan ke pesanten, harapan hanya tinggal harapan.

Pendidikan di pesantren tidak berlangsung lama. Cukup enam bulan saya menjalani hari-hari di pesantren dengan segala rutinitasnya. Hingga saya sadar bahwa memang ini bukan tempat terbaik, saya kurang merasa nyaman hidup di pesantren. Hingga akhirnya saya dipindahkan ke sebuah madrasah juga di Kota Metro. Sebuah madrasah milik salah satu organisasi besar di Indonesia, Organisasi Muhammadiyah.

Hari-hari berlalu di MTs Muhammadiyah Metro berjalan tak begitu baik menurut saya kala itu. Sebuah masa dimana saya merasa sekolah hanya sekedar masuk, mengisi absen dan pulang. Dan begitu setiap hari, bahkan kadang saya juga membolos pada pelajaran tertentu yang menurut saya gurunya tidak ‘asik’ dalam menyampaikan pelajaran. Hingga sampai pada tahun ketiga masa SMP, saya mulai berfikir akan melanjutkan sekolah dimana setelah saya lulus. Dan mulai saat itu saya mulai sedikit bersungguh-sungguh dalam pelajaran. Dan masa ujian pun datang, hasil belajar kami selama hampir tiga tahun ditentukan oleh empat mata pelajaran selama empat hari.

Ujian nasional pun berlalu, pun juga juga dengan ujian sekolah dan beberapa ujian praktek. Setelah itu hanya tinggal pasrah yang dapat kita lakukan atas apa yang telah kita usahakan. Hingga akhirnya hari pengumuman pun tiba, saya dan teman-teman cukup khawatir tentang hasil ujian kami. Dan bersyukur, ternyata kami semua dinyatakan lulus. Dan akhirnya saya kembali harus berpisah dengan teman teman, dua setengah tahun tahun yang cukup berwarna saya lalui bersama mereka.

Kebahagian tentang kelulusan pun berlalu, kini saatnya berjuang ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan cukup percaya diri saya mendaftar ke dua sekolah negeri, lagi-lagi di kota Metro. SMAN 3 sebagai pilihan pertama dan SMAN 2 sebagai pilihan selanjutnya. Namun dengan cukup kecewa, ternyata saya gagal masuk di dua sekolah tersebut. Dan tak tahu awalnya seperti apa, akhirnya saya mendaftar ke SMA Muhammadiyah 1 Metro.

Pada awalnya masa sekolah, saya tidak begitu semangat di sekolah ini. Hingga akhirnya ada pengumuman tentang akan diadakannya seleksi untuk masuk ke kelas unggulan. Saya mencoba mengikuti dan akhirnya lolos dengan nilai terbaik kedua berserta dua anak yang nilainya sama dengan saya. Dua puluh dua anak terbaik terbaik menurut seleksi itu dimasukkan ke kelas unggulan dengan fasilitas belajar yang juga lebih. Dan saat itu lah titik balik semangat saya di SMA, dengan lingkungan kelas yang lebih kondusif dan iklim persaingan yang sehat. Mulai saat itu saya mulai menekuni matematika, walau sebenarnya sudah sejak sekolah dasar saya suka dengan pelajaran ini.

Hari-hari di SMA saya lalui dengan semangat belajar, sesekali diselingi dengan aktif di ekstra kulikuler, lomba dan olimpiade. Hingga masa perjuangan di SMA pun mendekati akhir, bebrapa kali masuk lima besar perikat di kelas, mewakili sekolah dalam ajang olimpiade SMA, menjadi juara lomba cerdas cermat dan juga pengalaman menjadi ketua ekstra kulikuler di sekolah. Tak terasa semua telah saya lalui dan menjadikan pengalaman yang baik di masa SMA.

Menjelang ujian nasional, hari hari saya disibukkan dengan bimbingan belajar di luar sekolah sampai malam. Bahkan kadang saya memilih menginap di kontrakan salah satu guru SMA karena saya merasa begitu lelah jika harus pulang ke rumah malam itu juga. Hampir setiap hari rutinitas saya hanya seperti itu hingga menjelang ujian nasional.

Ujian nasional pun berlalu, yang artinya kebersamaan di IPA 3 SMA Muhammadiyah juga harus berakhir, setelah ini tak aka ada lagi cerita belajar bersama, mengerjakan tugas bersama, dan juga bermain game bola bersama di dalam kelas. Semua akan disibukkan dengan rencana rencana masa depan masing masing. Dua bulan menunggu pengumuman saya lalui dengan melanjutkan bimbingan belajar untuk seleksi masuk pergurun tinggi yang telah saya mulai dari awal masuk ke kelas XII.

Di tempat bimbel ini, meskipun hanya sekitar sepuluh bulan bersama. Di antara saya dan teman teman yang terlihat akrab meski dari sekolah yang berbeda-beda. Kami cukup dekat sebagi teman seperjuangan untuk masuk ke perguruan tinggi yang diinginkan. Dan tanpa terasa waktu pun berlalu, SNMPTN sudah ada di depan mata. Dengan bekal doa dari kedua orang tua dan kurang lebih sepuluh bulan mengikuti bimbel, saya mantapkan untuk mengikuti tes SNMPTN. Dua hari yang sangat menentukan tentang tempat kuliah saya pun berlalu, setelah itu hari-hari terasa begitu membosankan dan berjalan amat lama.

Hingga akhirnya hari yang dinanti oleh peserta tes SNMPTN pun tiba, dengan cukup gelisah saya melewati hari itu. Dari mulai bangun tidur sampai sore menjelang waktu pengumuman. Sampai akhirnya selepas shalat isya saya pergi ke sebuah warnet satu-satunya yang ada di daerah saya untuk melihat pengumuman.

Senang, bahagia bangga atau apalah saya harus menyebutnya, ketika membaca pengumuma di layar monitor dengan tulisan “Selamat, Anda Diterima di Universitas Diponegoro Jurusan Matematika”. Setibanya di rumah, saya segera menyampaikan kabar ini kepada keluarga terutama kedua orang tua. Seketika orang tua langsung memeluk dan menangis bahagia mendengar kabar itu. Inilah akhir dari awal perjuangan yang akan saya lalui beberapa tahun kemudian.

Begitulah kisah masa sekolah saya, banyak kegagalan yang saya alami dan juga banyak kebaikan yang saya dapat. Terimakasih kepada teman-teman dari taman kanan-kanak, sekolah dasar, SMP sampai SMA. Tak lupa juga semua guru-guru yang telah membimbing saya, terutama buat Pak Iwan Suparli. Beliau tak hanya seorang guru, namun juga teman, sahabat dan juga motivator bagi saya. Dari beliau saya mendapat banyak pengalaman tanpa perlu saya melaluinya. Berkat kesabaran dan motivasi beliau, banyak anak-anak yang memiliki mimpi besar mampu mewujudkan mimpi-mimpinya setingkat demi setingkat.

Saat ini saya sedang menjalani hidup baru di tanah perantauan, menjalani hari-hari jauh dari orang-orang yang selalau menyayangiku. Di Kota Semarang kini saya tinggal untuk beberapa tahun kedepan untuk mewujudkan mimpi mendapat gelar Sarjana Sains dari salah satu Universitas besar di Indonesia, Universitas Diponegoro.

Fikri Maulana, Mahasiswa F MIPA Undip Jurusan Matematika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar