Untuk mengawali cerita ini, izinkan saya
memperkenalkan diri terlebih dulu. Fikri Maulana, begitulah sebuah doa dari kedua
orang tua yang dititipkan melalui sebuah nama. Lahir 18 tahun lalu di kampung
kecil di Provinsi Lampung, tepatnya pada tanggal 25 Mei 1993. Lahir dari
keluarga sederhana yang saya cintai dan mencintai saya dengan segala lebih dan
kurangnya. Bapak Sungep dan Ibu Sri Hartini, dua orang yang sangat berjasa bagi
kehidupan saya. Bapak adalah seorang abdi negara sebagai pengajar bagi
anak-anak di Sekolah Dasar Negeri di kampung kelahirannya. Sedangkan ibu adalah
seorang guru honorer di sebuah sekolah swasta yang beliau rintis sejak belasan
tahun lalu. Selain bapak dan ibu, di keluarga kecil saya juga ada seorang
saudari perempuan yang bernama Khusni Maulida. Saat ini ia masih menempuh
pendidikan tingkat SLTP di sebuah pesantren. Hidup keluarga kami selalu cukup,
cukup dengan kesederhanaan yang kami miliki.
Pengalaman pendidikan formal saya berawal dari
sebuah taman kanak-kanak di Kota Metro. Sekolah yang cukup ternama kala itu,
karena tak sedikit dari pejabat Kota Metro yang menitipkan anaknya untuk
bersekolah di tempat itu. Hal ini tentunya membuat saya tidak cukup percaya
diri untuk bergaul dengan yang lain. Bagaimana tidak, saya hanya seorang anak
kampung yang mencoba peruntungan untuk belajar dan bergaul di kota. Kala itu
tak sedikit pembulyan yang saya terima, terlebih dari postur saya yang tidak
cukup tingi menjadikan saya semakin banyak mendapat bullying kala itu.
Tak banyak yang dapat teringat pada masa itu,
wajar itu sudah belasan tahun yang lalu. Kemudian, pendidikan saya berlanjut
pada sekolah swasta berbasis agama juga di Kota Metro, SD Al-Qur’an adalah tempat
yang sama dimana ibu saya mengajar. Meskipun ibu adalah salah seorang guru di
sekolah tersebut, hal ini tak menjadikan saya mendapat perlakuan khusus. Salah satu
buktinya saat saya hanya masuk kelas I-C kala itu, berbeda dengan yang
diharapkan. Namun tak apa, karena di kelas ini ternyata saya kembali bertemu
dengan beberapa teman semasa taman kanak-kanak kemarin.
Hari-hari berlalu, semua terjadi biasa saja sama
dengan teman-teman yang lain. Dari terlambat sampai sekolah, lupa mengerjakan tugas,
di hukum guru bahkan sampai berkelahi dengan kawan. Selama itu tak ada perlakuan
khusus yang saya terima, ketika saya salah saya mendapat hukuman. Bahkan kadang
saya mendapatkan hukuman ganda, dihukum di sekolah juga ketika sampai di rumah.
Tak terasa telah benyak yang terjadi hingga kini saya telah memasuki tahun
terakhir di sekolah dasar.
Di tahun terakhir ini, obrolan kami di sekolah
tak jauh-jauh tentang diamana kami akan melanjutkan sekolah. Setiap dari kami ingin
masuk ke sekolah sekolah favorit di Kota Metro kala itu, bahakan ada yang
berencana mendaftar sekolah favorit di Bandar Lampung. Hal ini akhirnya menjadikan
kami semankin bersemangat, berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik di kelas dan
juga sekolah. Hingga waktu ujian akhir pun berlalu, cukup lama kami menunggu
waktu pengumuman. Kurang lebih dua bulan kami menunggu hingga hari pengumuman
kelulusan pun tiba. Dan kami bersyukur karena semua siswa dinyatakan lulus
dengan predikat baik, bahkan ada beberapa yang nilainya sangat baik. Dan sejak
saat itu, setiap anak sibuk dengan urusannya masing-masing untuk melanjutkan
kehidupan. Bahkan sampai ada yang hilang kontak, namun akhirnya kami mulai
kembali berkomunikasi. Enam tahun yang dirindukan bersama teman sekolah dasar.
Dan selanjutnya pendidikan saya berlanjut ke sebuah
pondok pesantren juga di Kota Metro. Hal yang tak pernah terbayangkan sebelumnya
masuk sebuah pesantren. Karena sejak awal saya ingin masuk SMPN 1 Metro, dan
itu juga didukung oleh kedua orang tua. Namun teryata setelah lulus sekolah
dasar saya didaftarkan ke pesanten, harapan hanya tinggal harapan.
Pendidikan di pesantren tidak berlangsung lama. Cukup
enam bulan saya menjalani hari-hari di pesantren dengan segala rutinitasnya. Hingga
saya sadar bahwa memang ini bukan tempat terbaik, saya kurang merasa nyaman
hidup di pesantren. Hingga akhirnya saya dipindahkan ke sebuah madrasah juga di
Kota Metro. Sebuah madrasah milik salah satu organisasi besar di Indonesia, Organisasi
Muhammadiyah.
Hari-hari berlalu di MTs Muhammadiyah Metro berjalan
tak begitu baik menurut saya kala itu. Sebuah masa dimana saya merasa sekolah
hanya sekedar masuk, mengisi absen dan pulang. Dan begitu setiap hari, bahkan
kadang saya juga membolos pada pelajaran tertentu yang menurut saya gurunya tidak
‘asik’ dalam menyampaikan pelajaran. Hingga sampai pada tahun ketiga masa SMP,
saya mulai berfikir akan melanjutkan sekolah dimana setelah saya lulus. Dan mulai
saat itu saya mulai sedikit bersungguh-sungguh dalam pelajaran. Dan masa ujian
pun datang, hasil belajar kami selama hampir tiga tahun ditentukan oleh empat
mata pelajaran selama empat hari.
Ujian nasional pun berlalu, pun juga juga dengan
ujian sekolah dan beberapa ujian praktek. Setelah itu hanya tinggal pasrah yang
dapat kita lakukan atas apa yang telah kita usahakan. Hingga akhirnya hari
pengumuman pun tiba, saya dan teman-teman cukup khawatir tentang hasil ujian
kami. Dan bersyukur, ternyata kami semua dinyatakan lulus. Dan akhirnya saya
kembali harus berpisah dengan teman teman, dua setengah tahun tahun yang cukup
berwarna saya lalui bersama mereka.
Kebahagian tentang kelulusan pun berlalu, kini
saatnya berjuang ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan cukup percaya diri saya
mendaftar ke dua sekolah negeri, lagi-lagi di kota Metro. SMAN 3 sebagai
pilihan pertama dan SMAN 2 sebagai pilihan selanjutnya. Namun dengan cukup
kecewa, ternyata saya gagal masuk di dua sekolah tersebut. Dan tak tahu awalnya
seperti apa, akhirnya saya mendaftar ke SMA Muhammadiyah 1 Metro.
Pada awalnya masa sekolah, saya tidak begitu
semangat di sekolah ini. Hingga akhirnya ada pengumuman tentang akan
diadakannya seleksi untuk masuk ke kelas unggulan. Saya mencoba mengikuti dan
akhirnya lolos dengan nilai terbaik kedua berserta dua anak yang nilainya sama
dengan saya. Dua puluh dua anak terbaik terbaik menurut seleksi itu dimasukkan
ke kelas unggulan dengan fasilitas belajar yang juga lebih. Dan saat itu lah titik
balik semangat saya di SMA, dengan lingkungan kelas yang lebih kondusif dan
iklim persaingan yang sehat. Mulai saat itu saya mulai menekuni matematika, walau
sebenarnya sudah sejak sekolah dasar saya suka dengan pelajaran ini.
Hari-hari di SMA saya lalui dengan semangat belajar,
sesekali diselingi dengan aktif di ekstra kulikuler, lomba dan olimpiade. Hingga
masa perjuangan di SMA pun mendekati akhir, bebrapa kali masuk lima besar
perikat di kelas, mewakili sekolah dalam ajang olimpiade SMA, menjadi juara
lomba cerdas cermat dan juga pengalaman menjadi ketua ekstra kulikuler di
sekolah. Tak terasa semua telah saya lalui dan menjadikan pengalaman yang baik
di masa SMA.
Menjelang ujian nasional, hari hari saya
disibukkan dengan bimbingan belajar di luar sekolah sampai malam. Bahkan kadang
saya memilih menginap di kontrakan salah satu guru SMA karena saya merasa
begitu lelah jika harus pulang ke rumah malam itu juga. Hampir setiap hari
rutinitas saya hanya seperti itu hingga menjelang ujian nasional.
Ujian nasional pun berlalu, yang artinya
kebersamaan di IPA 3 SMA Muhammadiyah juga harus berakhir, setelah ini tak aka ada
lagi cerita belajar bersama, mengerjakan tugas bersama, dan juga bermain game
bola bersama di dalam kelas. Semua akan disibukkan dengan rencana rencana masa
depan masing masing. Dua bulan menunggu pengumuman saya lalui dengan
melanjutkan bimbingan belajar untuk seleksi masuk pergurun tinggi yang telah
saya mulai dari awal masuk ke kelas XII.
Di tempat bimbel ini, meskipun hanya sekitar
sepuluh bulan bersama. Di antara saya dan teman teman yang terlihat akrab meski
dari sekolah yang berbeda-beda. Kami cukup dekat sebagi teman seperjuangan
untuk masuk ke perguruan tinggi yang diinginkan. Dan tanpa terasa waktu pun
berlalu, SNMPTN sudah ada di depan mata. Dengan bekal doa dari kedua orang tua
dan kurang lebih sepuluh bulan mengikuti bimbel, saya mantapkan untuk mengikuti
tes SNMPTN. Dua hari yang sangat menentukan tentang tempat kuliah saya pun
berlalu, setelah itu hari-hari terasa begitu membosankan dan berjalan amat
lama.
Hingga akhirnya hari yang dinanti oleh peserta
tes SNMPTN pun tiba, dengan cukup gelisah saya melewati hari itu. Dari mulai
bangun tidur sampai sore menjelang waktu pengumuman. Sampai akhirnya selepas
shalat isya saya pergi ke sebuah warnet satu-satunya yang ada di daerah saya untuk
melihat pengumuman.
Senang, bahagia bangga atau apalah saya harus
menyebutnya, ketika membaca pengumuma di layar monitor dengan tulisan “Selamat,
Anda Diterima di Universitas Diponegoro Jurusan Matematika”. Setibanya di
rumah, saya segera menyampaikan kabar ini kepada keluarga terutama kedua orang
tua. Seketika orang tua langsung memeluk dan menangis bahagia mendengar kabar
itu. Inilah akhir dari awal perjuangan yang akan saya lalui beberapa tahun
kemudian.
Begitulah kisah masa sekolah saya, banyak
kegagalan yang saya alami dan juga banyak kebaikan yang saya dapat. Terimakasih
kepada teman-teman dari taman kanan-kanak, sekolah dasar, SMP sampai SMA. Tak lupa
juga semua guru-guru yang telah membimbing saya, terutama buat Pak Iwan
Suparli. Beliau tak hanya seorang guru, namun juga teman, sahabat dan juga
motivator bagi saya. Dari beliau saya mendapat banyak pengalaman tanpa perlu
saya melaluinya. Berkat kesabaran dan motivasi beliau, banyak anak-anak yang
memiliki mimpi besar mampu mewujudkan mimpi-mimpinya setingkat demi setingkat.
Saat ini saya sedang menjalani hidup baru di
tanah perantauan, menjalani hari-hari jauh dari orang-orang yang selalau menyayangiku.
Di Kota Semarang kini saya tinggal untuk beberapa tahun kedepan untuk
mewujudkan mimpi mendapat gelar Sarjana Sains dari salah satu Universitas besar
di Indonesia, Universitas Diponegoro.
Fikri Maulana, Mahasiswa
F MIPA Undip Jurusan Matematika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar